Tulisan 5 IBD - penderitaan

on Senin, 28 November 2011
Penderitaan Anak Jalanan

Cerita anak jalanan seolah-olah tidak ada habisnya. Derita dan penyiksaan yang mereka alami, kerap menghantui dan mengintai setiap saat. Mereka harus berjuang di tengah kota yang kejam untuk mendapatkan sejumlah uang agar bertahan hidup. 


 
Setiap hari derita anak jalanan tidak ada hentinya. Kebanyakan dari mereka yang dibawah umur, sering diperas oleh preman. Preman-preman memaksa agar mereka bekerja dan penghasilan mereka sebagian diberikan kepadanya. Mungkin setiap hari ada yang memang harus bekerja mencari nafkah di jalan untuk membatu orang tuanya dan adik-adik nya juga, atau mungkin mereka yang mencari nafkah di jalan untuk sekedar bersenang-senang dengan teman-temannya. Anak jalananpun harus mencari uang tersebut dengan cara mengamen, jadi tukang semir sepatu, menjual rokok, menjajahkan Koran sampai ada yang menjadi penguntil, copet., membersihkan bus umum, atau apapun kerjaannya. Barangkali itu yang dapat mereka lakukan, dan mereka dapat kita jumpai di sudut terminal, jalanan atau tiap persimpangan kota besar. Sebenarnya dari pekerjaan mereka yang sederhana ini  tidak menghasilkan keuntungan yang banyak, namun mereka harus melakukannya agar dapat menyambung hidup mereka di kota besar seperti Jakarta.
Diantara mereka ada yang memang karena faktor ekonomi, putus sekolah atau persoalan rumah tangga serta kondisi orang tua. Tak sedikit dari mereka yang bertahan, karena faktor tersebut yang menyelimutinya. Walau tak sedikit juga mereka yang berada di komunitas tersebut karena faktor kenakalan atau kurang mendapat perhatian keluarga ataupun lingkungan.



Meski mereka terlihat tersenyum menjalani pekerjaan itu, namun siapa yang tahu, bahwa setiap malam mereka selalu mengeluhkan takdir yang Tuhan gartiskan pada mereka.. Mungkin dalam benak mereka selalu beranggapan Tuhan tidak adil, Tuhan pilih kasih dan sebagainya.. Tuhan hanya sayang kepada mereka yang kaya.

Mereka tak bisa berbuat apa-apa kecuali menjalanin takdir mereka. mereka hanya bisa melihat anak-anak sepantaran mereka yang berubtung sekolah, memakai baju yang layak dan tidur di kasur yang empuk, sedangkan mereka, mereka harus bekerja demi sesuap nasi, memakai baju yang mungkin sudah tak layak dipakai dan tidur hanya beralaskan kardus..

Dimana para pemimpin yang menjanjikan fasilitas untuk rakyat yang tidak mampu.. Bukankah itu yang mereka ucapkan saat mereka kamoanye, mereka selalu menegaskan adanya sekolah gratis bagi siswa yang tak mampu.. Tapi pada nyatanya mereka yang tidak mampu tetap tak bisa karena harus dilibatkan biaya sekolah yang masih tinggi..
Kemanakah biaya pajak yang selalu dibayarkan? Bukankah itu bisa sedikit membantu untuk biaya sekolah mereka???????

0 komentar:

Posting Komentar